Rabu, 04 Juni 2014

Teori Observasi



TEORI OBSERVASI


  I.        PENGERTIAN
            Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
Menurut Pauline Young, observasi adalah suatu studi yang dilakukan dengan sengaja/terencana dan sistematis melalui penglihatan/pengamatan terhadap gejala-gejala spontan yang terjadi saat itu. Jakoda mendefinisikan observasi secara lebih luas namun lebih kabur, yaitu bahwa observasi adalah suatu cara yang paling dasar untuk mendapatkan informasi mengenai gejala - gejala sosial melalui proses pengamatan.

II.        Kedudukan Observasi dalam Psikodiagnostik           
Kedudukan observasi dalam psikodiagnostik berkaitan dengan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi dan memahami variabel psikologis untuk penegakan diagnosis psikologis.
III.        Fungsi Observasi
a)    Sebagai metode pembantu dalam penelitian yang bersifat eksploratif. Bila kita belum mengetahui sama sekali permasalahan, biasanya penelitian-penelitian pertama dilakukan melalui pengamatan di tempat-tempat gejala terjadi.
b)    Sebagai metode pembantu dalam penelitian yang sifatnya sudah lebih mendalam. Dalam hal ini, biasanya observasi dijadikan sebagai metode pembantu untuk menunjang wawancara sebagai metode utama. Observasi akan membantu untuk mengontrol/memeriksa di lapangan, seberapa jauh hasil wawancara tersebut sesuai dengan fakta yang ada.
c)    Sebagai metode utama dalam penelitian. Penelitian-penelitian yang menyangkut tingkah laku bayi maupun hewan akan mempergunakan metode observasi.
IV.        Jenis- Jenis Observasi
Pada dasarnya penggolongan jenis obervasi tidak dapat dibuat secara mutlak karena antara jenis-jenis observasi besar kemungkinan akan terjadi tumpang tindih. Namun, untuk memudahkan para ilmuwan dalam melakukan observasi, maka dibuatlah penggolongan tersebut. Perbedaan jenis-jenis observasi lebih terletak pada gradasinya saja. Berdasarkan prosedur dan pelaksanaannya, Pauline Young membagi observasi menjadi 2 jenis, yaitu:
1)    Controlled Observation (observasi terstruktur)
Controlled observation (Observasi terstruktur) adalah suatu observasi yang prosedur dan pelaksanannya sangat ketat dan biasanya dibantu dengan alat- alat yang peka, dan dalam lembar observasinya dipergunakan proses kontrol yang memungkinkan observasi untuk dilakukan kembali. Oleh karena itu lembar observasinya biasanya sangat terperinci dan rancangannya sangat kompleks. Selain itu, biasanya sebelum observasi sesungguhnya dilakukan, terlebih dahulu diadakan simulasi-simulasi nya
2)    Uncontrolled Observastion (observasi tidak terstruktur)
Uncontrolled observation (observasi tidak terstruktur) diartikan sebagai suatu proses observasi yang dilakukan secara spontan terhadap suatu gejala tertentu tanpa mempergunakan alat-alat yang peka atau pengontrolan kembali atas ketajaman hasil observasi tadi. Lembar observasi sebagai pedoman pelaksanaan pun dibuat sangat sederhana, hanya berisi garis besar pedoman tanpa suatu rancangan yang kompleks. Berdasarkan hubungan antara observer dan gejala yang diobservasi, baik observasi terstruktur maupun yang tidak terstruktur dapat dibedakan menjadi observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Pada observasi partisipan, observer terlibat dengan situasi/lingkungan dimana gejala terjadi. Jadi, tidak ada jarak antara observer dengan gejala yang diobservasi. Sedangkan pada observasi nonpartisipan, observer memperlakukan dan mempersiapkan dirinya sedemikian rupa sehingga dirinya benar-benar berada “di luar” atau tidak terlibat dalam situasi, lingkungan, dan gejala yang diamati.
V.        Participant Observation     
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber data.
Misalnya seorang guru dapat melakukan observasi mengenai bagaimana perilaku siswa, semangat siswa, kemampuan manajerial kepala sekolah, hubungan antar guru, dsb.
VI.        Non participant Observation
Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.
Misalnya penelitian tentang pola pembinaan olahraga, seorang peneliti yang menempatkan dirinya sebagai pengamat dan mencatat berbagai peristiwa yang dianggap perlu sebagai data penelitian.
Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang mendalam karena hanya bertindak sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalam peristiwa.
Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain :
·         lembar cek list
·         buku catatan
·         kamera photo  dll

VII.        Syarat Observasi sebagai Metode Ilmiah
Untuk dapat menjadi suatu metode ilmiah, maka observasi harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1.       observasi harus dipergunakan dan dirumuskan menurut tujuan-tujuan penelitian tertentu (ada kerangka teori tertentu, ada perumusan permasalahan, ada teknik-teknik tertentu)
2.       observasi harus direncanakan secara sistematis observasi harus “dicatat” (direkam) secara sistematis sehingga hasilnya dapat dianalisis dan diinterpretasikan.
3.       observasi harus dapat diperiksa/diulang kembali (terutama validitas dan reliabilitasnya).
4.       observer harus objektif
5.       observer harus dapat memisahkan antara fakta dengan interpretasi (penafsiran)
6.       observer harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang akan diobservasi.
7.       observer harus menentukan tujuan observasi berikut aspek-aspeknya.
8.       observer harus memiliki kualitas pribadi seperti sabar, toleran, menyenangi tugasnya, mampu bekerja dengan waktu yang lama, mampu mengatasi perasaan, mempunyai rasa ingin tahu, dan mudah menyesuaikan diri. Perlu diperhatikan bahwa kita tidak boleh mengabaikan apa yang timbul pada waktu observasi dilaksanakan walaupun sesutau yang timbul itu tidak termasuk dalam rencana/rancangan. Jadi kita tidak boleh mengabaikan hal-hal yang timbul diluar rencana kita; kita tidak boleh terlalu kaku melaksanakan observasi yang sudah direncanakan.
VIII.        Suasana Psikologis
Saat melakukan observasi biasanya ada suasana psikologis yang terjadi, baik pada observer maupun responden, yaitu:
1.       Pada Observer:
Gembira sekaligus cemas menghadapi hal baru. Stres, khawatir kehadirannya akan mempengaruhi apa yang akan diobservasi. Harus berperan serta sekaligus menarik diri agar mampu melihat persoalan.
2.       Pada Responden:
Bila merasa diamati/dievaluasi, responden jadi bertingkah laku tidak seperti biasa, menyesuaikan diri dengan norma observer. Feedback dari observer mungkin mempengaruhi cara responden bertingkah laku. Karena suasana psikologis bisa ikut mempengaruhi jalannya maupun hasil observasi, maka perlu diatasi, dengan cara: Observer harus terlebih dahulu mengenali tempat yang paling leluasa untuk melakukan observasi (misalnya kantin, perpustakaan, dsb). Observer harus datang lebih awal daripada responden dan tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan yang dilakukan responden selesai. Selain itu, perhatikan beberapa hal: Usahakan responden tidak tahu dirinya sedang diobservasi. Rumuskan apa yang akan diobservasi supaya observer tidak bingung. Hindari prasangka dan subjektivitas. Gunakan alat mencatat hasil observasi agar lancar (kecuali bila penelitian bersifat kualitatif murni, karena dalam penelitian kualitatif yang menjadi alat adalah si peneliti itu sendiri; si peneliti mengamati dan mencatat langsung apa pun yang terjadi). Lakukan penafsiran/interpretasi hanya bila observasi sudah selesai dilakukan. Lakukan prosedur kontrol yang teliti.
IX.        Penentuan Tujuan Observasi
Tujuan observasi harus bisa menggambarkan What, Who, Where, When, dan How.
a)    What: Apa yang akan diobservasi;
berkaitan dengan tingkah laku yang akan diamati dan dicatat oleh observer. Tingkah laku yang diamati adalah yang dapat didengar, dilihat, dihitung, dan diukur. Termasuk kedalam tingkah laku ini adalah tingkah laku verbal dan nonverbal. Tingkah laku verbal adalah tingkah laku yang berupa ungkapan kata-kata. Tingkah laku nonverbal meliputi tingkah laku statis dan dinamis. Tingkah laku statis (status present) adalah tingkah laku yang tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu dengan cepat. Tingkah laku statis ini meliputi:
- Keadaan fisik: bentuk/perawakan/proporsi tubuh
- Suara: warna/karakteristik suara
- Performance: cara berpakaian, cara menggunakan make- up, cara menata rambut, dsb.
- Tingkah laku dinamis adalah tingkah laku yang dapat berubah dari waktu ke waktu.Tingkah    laku ini meliputi:
- Ekspresi wajah
- Gerakan tubuh
- Gesture
- Posture
- Orientasi ruang
- Distance/jarak
- Nada suara (tekanan, volume) dan cara bicara (ritme)
Pencatatan tingkah laku mana saja yang diamati, bisa dikategorikan kedalam 2 jenis, yaitu:
·         Event sampling, yaitu hanya mengamati beberapa aspek tingkah laku pada suatu saat tertentu( tingkah laku tertentu saja). Misalnya seorang observer mencatat tingkah laku agresif seorang anak saat ia bemain dengan teman-temannya
·         Time sampling, yaitu mengamati dan mencatat apa saja yang dilakukan individu (tingkah laku yang muncul) dalam waktu / periode tertentu. Misalnya: dalam suatu kelompok bermain, seorang observer mengamati seorang anak selama lima menit dan mencatat tingkah laku apa saja yang dilakukannya.

b)      Who: Siapa yang diobservasi.
Misalnya seseorang/kelompok/hewan.

c)    Where: Di mana observasi akan berlangsung.
Hal ini berhubungan dengan derajat kontrol yang dilakukan observerdan situasi observasi (setting):
·         Field setting/ natural setting: situasi alamiah, dilakukan di tempat individu biasanya berada, tanpa ada kontrol tertentu terhadap situasi tsb. Contohnya: pasien di RS, anak2 dikelompok bermain/ TK
·         Simulated setting: situasi observasi bila individu mendapat suatu stimulasi / rangsangan untuk tingkah laku tertentu, misalnya situasi kerja atau situasi tes tidak sepenuhnya dikontrol
·         Laboratory setting: observasi yg dilakukan dalam suatu labrotorium dengan kontrol situasi yg cukup ketat, contoh:  eksperimen Albert Bandura untuk mengetahui agresi anak2 TK

d)   When: Waktu observasi dilakukan dan waktu pencatatan.
Waktu observasi dilakukan, misalnya: siang, malam, setiap ½ jam, setiap 10 jam, dsb. Waktu pencatatan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
·         Pencatatan langsung (immediate recording), yaitu pencatatan dilakukan ketika atau segera setelah pengamatan berlangsung.
·         Pencatatan retrospektif (retrospektif recording), yaitu pencatatan dilakukan setelah observasi selesai. Yang peru diperhatikan dalam pencatatan jenis ini adalah terjadinya faktor lupa.
e)    How: Bagaimana gejala ini diamati.
Hal ini berkaitan dengan teknik/cara pengambilandata, yaitu melalui observasi partisipasi atau observasi nonpartisipasi.
a)      Observasi partisipasi yaitu suatu cara observasi dimana observer turut serta dalam kegiatan yang diamati. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data tingkah laku individu yang wajar, tidak dibuat-buat, tidak dilandasi perasaan curiga atau perasaan sedang diamati. Misalnya: observer turut bermain dengan anak-anak yang sedang diobservasi, atau observer ikut mengambil peranan sebagai pegawai di sebuah perusahaan yang sedang ia amati.
b)      Observasi nonpartisipasi, yaitu observer tidak ikut serta dalam kegiatan individu yang diobservasi. Observer benar-benar berperan sebagai penonton, pengamat, dan pencatat tingkah laku yang sedang diobservasi.
Penyusunan Lembar Observasi
Lembar Observasi adalah pedoman terperinci yang berisi langkah-langkah melakukan observasi, mulai dari perumusan masalah, kerangka teori untuk menjabarkan tingkah laku yang akan diobservasi, prosedur dan teknik perekaman, dan kriteria analisis dan interpretasi. Pelopor penyusunan lembar observasi untuk pengamatan tingkah laku adalah Dr. Dorothy Thomas dan Dr. Charlotte Buhler. Kedua tokoh ini menemukan cara mereka pada saat melakukan observasi dalam  setting situasi bermain anak-anak balita sewaktu mereka bertemu pertama kali di taman kanak-kanak. Untuk menyusun lembar observasi ini, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1.       Lakukan terlebih dahulu studi pendahuluan, dengan cara:
A.   Mengamati gejala (misalnya: tingkah laku, situasi perusahaan, dll) yang identik dengan gejala yang akan diamati.
B.    Mencoba menggolongkan penampilan/gejala
C.   Mencoba menuangkan butir a dan b dalam lembar rekaman observasi dengan format tertentu.
2.    Tentukan tujuan observasi secara jelas dan terperinci.
Tujuan mencakup: What, Who, Where, When, dan How. (Tujuan telah dijelaskan secara rinci pada sub topic terdahulu).
3.    Jabarkan secara tajam dan terperinci tujuan tersebut dalam elemen-elemen tingkah laku yang akan diobservasi.
4.    Rumuskan secara tajam kerangka teori yang menunjang penjabaran elemen-elemen tingkah laku tadi.
5.     Tuangkan elemen-elementingkah laku tersebut kedalam suatu lembar rekaman observasi (recording sheet), dengan sistem pencatatannya.
6.      Bila hasil observasi akan dijadikan data kuantitatif, tentukan terlebih dahulu kriteria, skor, dan elemen-elemen tingkah laku untuk analisis.
7.      Tentukan kerangka analisis secara teoritis untuk membantu interpretasi hasil observasi.
8.      Observasi dilakukan paling sedikit oleh 2 orang observer dengan catatan waktu, tanggal, dan tempat kejadian observasi.

Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain :
·         lembar cek list
·         buku catatan
·         kamera photo  dll
 Kelebihan Metode Observasi
1.       Memungkinkan perekaman gejala-gejala pada waktu terjadinya/apa adanya.
2.       Dengan pengamatan langsung dapat mengetes kebenaran dan keyakinan peneliti, kebenaran data, dan menghapus keraguan adanya bias.
3.       Ada studi sosial/psikologis yang tidak mungkin menggunakan metode lain, Jadi metode observasi merupakan satu-satunya metode yang dapat dilakukan. Contohnya: meneliti tingkah laku hewan, anak-anak, bayi, orang yang terganggu jiwa, orang cacat mental.
4.       Observasi tidak tergantung pada kemauan objek yang diobservasi untuk melaporkan atau menceritakan pengalamannya. Misalnya: bila akan mengobservasi orang yang akan menempuh ujian, maka tidak perlu menanyakan apakah orang yang diobservasi bersedia atau tidak untuk diobservasi.
5.       Mampu memahami tingkah laku yang kompleks dan situasi yang rumit.
6.       Memperoleh gambaran berbagai tingkahlaku dalam waktu yang bersamaan.

Kelemahan Observasi
1.       Observasi sangat tergantung pada individu yang melakukan observasi. Terjadi Hallo Effect.Tanpa pengarahan yang terperinci akan diperoleh hasil yang sangat subjektif, dimana observer cenderung menilai seseorang dengan sikap menggeneralisasikan penilaian (positif atau negatif). Misalnya, jika kita menyukai seseorang, kita cenderung memberikan penilaian positif padanya, dan untuk seterusnya akan timbul kecenderungan memberikan penilaian positif. Demikian pula sebaliknya. Ada refleksi observer, yaitu ikut berpengaruhnya struktur kepribadian observer (berkaitan dengan latar belakang observer), yang tercermin dalam hasil observasinya terhadap orang yang diobservasi. Selain itu juga pengaruh pengalaman-pengalaman emosional dapat tampil dalam kegiatan observasi. Pengamatan bersifat selektif (berkaitan dengan keterbatasan penglihatan secara fisiologis, juga berkaitan dengan minat dimana observer cenderung mengamati hal-hal yang menonjol atau yang ingin diamati saja), Untuk mengatasi kelemahan ini bisa dilakukan cara-cara berikut:
1.       Merumuskan tujuan penelitian secara sangat terperinci dan menuangkannya ke dalam pola-pola tingkah laku yang akan diobservasi secara jelas dan tajam. Melakukan perekaman hasil observasi yang dibantu dengan alat-alat lain seperti kamera maupun audiovisual lainnya. Melakukan observasi dengan 2 observer atau lebih yang berbeda latar belakang, disiplin, maupun pendidikannya.Dalam melakukan observasi harus dilakukan prosedur kontrol yang teliti, misalnya harus diuraikan secara jelas apa yang harus diobservasi, bagaimana merekamnya, alat apa yang digunakan, dan bagaimana menulis laporannya. Keseluruhan prosedur kontrol itu adalah untuk menjamin agar observasi dapat diulang kembali.
2.       Observasi dipengaruhi oleh responden yang diamati. Jika responden yang diamati mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi, bisa terjadi Hawthorne Effect, yaitu suatu kecenderungan pada individu untuk mengatur tingkah lakunya agar tampak menjadi lebih baik, sehingga menjadi berbeda dari kondisi yang alamiah.
3.       Observasi bersifat terbatas (harus menunggu munculnya gejala yang akan diobservasi). Keterbatasan observasi, lebih-lebih observasi yang merupakan “observasi partisipasi” akan meminta observer untuk menunggu gejala-gejala yang akan diamati. Misalnya: kita akan mengobservasi ekspresi emosi anggota keluarga raja saat penguburan raja-raja di Tanah Toraja.
4.       Sebagai metode, observasi terbatas oleh kurun waktu. Misalnya untuk meneliti riwayat hidup seseorang.
5.       Observasi tidak mampu menjelaskan dinamika tingkah laku.Misalnya: meneliti orang marah, hanya melihat orang tersebut cemberut, wajah memerah, mata melotot, dsb, tapi tidak mengetahui mengapa ia marah.
6.       Observasi tidak mampu menggali ide, perasaan, sikap, dan tanggapan seseorang.
7.       Tidak banyak bidang yang dapat diteliti dengan menggunakan observasi sebagai metode utama.
8.       Jika menggunakan alat, maka kelemahannya adalah Biaya mahal. Tidak semua orang dapat menggunakan alat bantu (perlu keahlian khusus) serta Bisa menimbulkan kecurigaan dari responden perlu diantisipasi.





                                 Daftar pustaka
Teorionline.wordpress.com/service/metode-pengumpulan-data/
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195010101980022



Tidak ada komentar:

Posting Komentar