BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
SINOPSIS
CERITA MAHABARATA
Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta
dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa
keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian
menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian
mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan
Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang
menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru
menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah
Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Kurawa.
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis
keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga
yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang
Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat
membuahkan 7 anak, akan tetapi semua ditenggelamkan ke laut Gangga oleh Dewi
Gangga dengan alasan semua sudah terkena kutukan. Akan tetapi kemudian anak ke
8 bisa diselamatkan oleh Prabu Santanu yang diberi nama Dewabrata. Kemudian
Dewi Ganggapun pergi meninggalkan Prabu Santanu. Nama Dewabrata diganti menjadi
Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, yaitu sumpah untuk membujang
selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma
tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu
tirinya.
Setelah ditinggal Dewi Gangga,
akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu
melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri
nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan
Wicitrawirya. Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan
memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri
bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya.
Karena Citrānggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya
sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh
sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba
dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas
kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang
pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama
Srikandi. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna
dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.
Citrānggada wafat di usia muda dalam
suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya.
Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan.
Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, untuk
menemui Resi Byasa, sebab Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara
bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui
Resi Byasa di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia
melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu
membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung,
maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah Drestarastra. Kemudian
Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar
sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus
membuka matanya supaya jangan melahirkan putra yang buta (Drestarastra) seperti
yang telah dilakukan Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya
namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar
biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat.
Drestarastra dan Pandu mempunyai saudara tiri yang bernama Widura. Widura
merupakan anak dari Resi Byasa dengan seorang dayang Satyawati yang bernama
Datri. Pada saat upacara dilangsungkan dia lari keluar kamar dan akhirnya
terjatuh sehingga Widura pun lahir dengan kondisi pincang kakinya.
Dikarenakan Drestarastra terlahir
buta maka tahta Hastinapura diberikan kepada Pandu. Pandu menikahi Kunti
kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madrim, namun akibat
kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, maka
kijang tersebut mengeluarkan kutukan bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi
hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal.
Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu
seorang pendeta. Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu
lalu mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat
diberikan anak. Atas bantuan mantra Adityahredaya yang pernah diberikan oleh
Resi Byasa maka Dewi Kunti bisa memanggil para dewa untuk kemudian mendapatkan
putra. Pertama kali mencoba mantra tersebut datanglah Batara Surya, tak lama
kemudian Kunti mengandung dan melahirkan seorang anak yang kemudian diberi nama
Karna. Tetapi Karna kemudian dilarung kelaut dan dirawat oleh Kurawa, sehingga
nanti pada saat perang Bharatayudha, Karna memihak kepada Kurawa. Kemudian atas
permintaan Pandu, Kunti mencoba mantra itu lagi, Batara Guru mengirimkan Batara
Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu
Yudistira, setahun kemudian Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti
sehingga lahirlah Bima, Batara Guru juga mengutus Batara Indra untuk membuahi
Dewi Kunti sehingga lahirlah Arjuna dan yang terakhir Batara Aswan dan Aswin
dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima
putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi
Dewi Gandari, dan memiliki sembilan puluh sembilan orang putera dan seorang
puteri yang dikenal dengan istilah Kurawa.
Pandawa dan Kurawa merupakan dua
kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni
Kuru dan Bharata. Kurawa (khususnya Duryudana) bersifat licik dan selalu iri
hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu
bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu Drestarastra,
sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh
iparnya yaitu Sengkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryudana, agar mau
mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryudana
mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sanamereka menginap di
sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu
dibakar. Namun para Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah diberitahu
oleh Widura akan kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup
dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan.
Di hutan tersebut Bima bertemu dengan raksasa Hidimba dan membunuhnya, lalu
menikahi adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi. Dari pernikahan tersebut,
lahirlah Gatotkaca. Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan
Pancala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara
memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi
ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun
mereka berpakaian seperti kaum brahmana.
Pandawa ikut sayembara untuk
memenangkan lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara
filsafat dan tatanegara, Arjuna untuk memenangkan sayembara senjata Panah, Bima
memenangkan sayembara Gada dan Nakula - Sadewa untuk memenangkan sayembara
senjata Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan
sayembara.
Drupadi harus menerima Pandawa sebagai
suami-suaminya karena sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara
yang dibuatnya itu akan jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu
sebenarnya yang diinginkan hanya seorang Satriya. Setelah itu perkelahian
terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya
mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di
rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil
meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk
seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa
anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang
wanita.
Agar tidak terjadi pertempuran
sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa
memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara
Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik
Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryudana
tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi
bahan ejekan bagi Drupadi. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para
Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan
Yudistira, Duryudana mengundang Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari
Arya Sengkuni. Pada saat permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni
sebagai bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan
permainan taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi
taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada
puncak permainan Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta
dan kerajaan Pandawa termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir
istrinya Drupadi dijadikan taruhan. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi
diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryudana.
Duryudana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi
menolak. Setelah gagal, Duryudana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput
Drupadi. Drupadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak
memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami
dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta
untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak
kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur
terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang
melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena
perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di
Indraprastha.
Drupadi yang merasa malu dan
tersinggung oleh sikap Dursasana bersumpah tidak akan menggelung rambutnya
sebelum dikramasi dengan darah Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh
Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut,
Drestarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia
mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryudana yang merasa kecewa karena
Drestarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi
miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini,
siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu
hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi
ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan
tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa
meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran
selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan
sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali
kerajaan yang dipimpin Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau
menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu
membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun
berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pandawa berusaha mencari sekutu dan
ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan
Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa,
Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di
Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi,
Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryudana meminta
Bisma untuk memimpin pasukan Kurawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima
tertinggi pasukan Kurawa. Kurawa dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama,
kakak ipar para Kurawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya,
Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18
hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya
Abimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya,
Bhagadatta, Susharma, Sengkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut
dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir
hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari
pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan
Kertawarma. (Nanti diceritakan dalam kisah Bharatayudha).
Setelah perang berakhir, Yudistira
dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama,
ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira
bersama Pandawa dan Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan
mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. (Diceritakan dalam kisah
Pandawa Seda).
Parikesit memerintah Kerajaan Kuru
dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama
Janamejaya. Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera
bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan
keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura. (Diceritakan
dalam kisah Parikesit)
1.2.
SINOPSIS CERITA RAMAYANA
Dikisahkan di sebuah negeri bernama Mantili
ada seorang puteri nan cantik jelita bernama Dewi Shinta. Dia seorang puteri
raja negeri Mantili yaitu Prabu Janaka. Suatu hari sang Prabu mengadakan
sayembara untuk mendapatkan sang Pangeran bagi puteri tercintanya yaitu Shinta,
dan akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh Putera Mahkota Kerajaan Ayodya,
yang bernama Raden Rama Wijaya. Namun dalam kisah ini ada juga seorang raja
Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan
kepada Dewi Shinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan
Rahwana, Shinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini
diimpikannya. Dalam sebuah perjalanan Rama dan Shinta dan disertai Lesmana
adiknya, sedang melewati hutan belantara yang dinamakan hutan Dandaka, si
raksasa Prabu Rahwana mengintai mereka bertiga, khususnya Shinta. Rahwana ingin
menculik Shinta untuk dibawa ke istananya dan dijadikan istri, dengan siasatnya
Rahwana mengubah seorang hambanya bernama Marica menjadi seekor kijang kencana.
Dengan tujuan memancing Rama pergi memburu kijang ‘jadi-jadian’ itu, karena
Dewi Shinta menginginkannya. Dan memang benar setelah melihat keelokan kijang
tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Karena permintaan sang istri
tercinta maka Rama berusaha mengejar kijang seorang diri sedang Shinta dan
Lesmana menunggui.
Dalam waktu sudah cukup lama
ditinggal berburu, Shinta mulai mencemaskan Rama, maka meminta Lesmana untuk
mencarinya. Sebelum meninggalkan Shinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat
perlindungan guna menjaga keselamatan Shinta yaitu dengan membuat lingkaran
magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota
badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh
bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana
mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis
tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar yaitu dengan
mengubah diri menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta
untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Shinta mengulurkan
tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar
ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh
sedikitpun! Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia
menangkap tangan dan menarik Shinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh
Rahwana, Shinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan
pulang itu terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu
yang hendak menolong Dewi Shinta. Jatayu dapat mengenali Shinta sebagai puteri
dari Janaka yang merupakan teman baiknya, namun dalam pertempuan itu Jatayu
dapat dikalahkan Rahwana.
Disaat yang sama Rama terus memburu
kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah
kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan
pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya
Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil
menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta
ditinggal sendirian, namun sesampainya Shinta tidak ditemukan. Selanjutnya
mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama
mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya
tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui
bahwa yang menculik Shinta adalah Rahwana! Setelah menceritakan semuanya
akhirnya si burung garuda ini meninggal.
Mereka berdua memutuskan untuk
melakukan perjalanan ke istana Rahwana dan ditengah jalan mereka bertemu dengan
seekor kera putih bernama Hanuman yang sedang mencari para satria guna
mengalahkan Subali. Subali adalah kakak dari Sugriwa paman dari Hanuman, Sang
kakak merebut kekasih adiknya yaitu Dewi Tara. Singkat cerita Rama bersedia
membantu mengalahkan Subali, dan akhirnya usaha itu berhasil dengan kembalinya
Dewi Tara menjadi istri Sugriwa. Pada kesempatan itu pula Rama menceritakan
perjalanannya akan dilanjutkan bersama Lesmana untuk mencari Dewi Shinta sang
istri yang diculik Rahwana di istana Alengka. Karena merasa berutang budi pada
Rama maka Sugriwa menawarkan bantuannya dalam menemukan kembali Shinta, yaitu
dimulai dengan mengutus Hanuman persi ke istana Alengka mencari tahu Rahwana
menyembunyikan Shinta dan mengetahui kekuatan pasukan Rahwana.
Taman Argasoka adalah taman kerajaan
Alengka tempat dimana Shinta menghabiskan hari-hari penantiannya dijemput
kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka Shinta ditemani oleh Trijata kemenakan
Rahwana, selain itu juga berusaha membujuk Shinta untuk bersedia menjadi istri
Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan ‘memaksa’ Shinta
menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya yaitu
ingin membunuh Shinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Di dalam kesedihan
Shinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah lantunan lagu oleh seekor kera
putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui
Shinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai
utusan Rama. Setelah selesai menyampaikan maskudnya Hanuman segera ingin
mengetahui kekuatan kerajaan Alengka. Caranya dengan membuat keonaran yaitu
merusak keindahan taman, dan akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera
Rahwana dan kemudian dibawa ke Rahwana. Karena marahnya Hanuman akan dibunuh
tetapi dicegah oleh Kumbakarna adiknya, karena dianggap menentang, maka
Kumbakarna diusir dari kerjaan Alengka. Tapi akhirnya Hanuman tetap dijatuhi
hukuman yaitu dengan dibakar hidup-hidup, tetapi bukannya mati tetapi Hanuman
membakar kerajaan Alengka dan berhasil meloloskan diri. Sekembalinya dari
Alengka, Hanuman menceritakan semua kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama.
Setelah adanya laporan itu, maka Rama memutuskan untuk berangkat menyerang
kerajaan Alengka dan diikuti pula pasukan kera pimpinan Hanuman.
Setibanya di istana Rahwana terjadi
peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin oleh Indrajid. Dalam pertempuran
ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya Indrajit. Alengka terdesak oleh
bala tentara Rama, maka Kumbakarna raksasa yang bijaksana diminta oleh Rahwana
menjadi senopati perang. Kumbakarna menyanggupi tetapi bukannya untuk membela
kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela bangsa dan negara
Alengkadiraja.Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat dikalahkan dan gugur
sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik, akhirnya Rahwana
menghadapi sendiri Rama. Pad akhir pertempuran ini Rahwana juga dapat
dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahmana mati kena panah pusaka Rama
dan dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.
Setelah semua pertempuran yang dasyat
itu dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki
istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke
taman Argasoka menemui Shinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap
Shinta telah ternoda selama Shinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama
meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran
kesucian Shinta dan pertolongan Dewa Api, Shinta selamat dari api. Dengan
demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama menerima kembali
Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka
kembali ke istananya masing-masing.
Akhir yang tragis
Entah bagaimana perasaan Sinta ketika ia masuk dalam api
unggun besar yang siap menghancurkan dirinya. Ia lolos dari maut karena api tak
mau memakan dirinya. Namun, bagi para penjunjung cinta, tentunya hal ini sudah
mencederai cinta suci yang ada di antara mereka. Cinta Rama tidaklah setulus
cinta Sinta.
Jika kemudian ketidaktulusan itu berujung pada dibuangnya
Sinta ke hutan, sendirian, dalam keadaan hamil, tentulah hal ini juga
menunjukkan bahwa cinta Rama kepada Sinta tidaklah sekuat yang dibayangkan
orang, seperti tergambar dalam cerita-cerita selama ini. Rama memang mencintai
Sinta, namun ternyata cintanya tak cukup besar untuk percaya pada istrinya.
Harusnya, jika pun Sinta memang ternoda, sebagai seorang yang sangat mencintai
istrinya, Rama tetap menerima Sinta apa adanya, bukan?
Dan
endingnya? , Setelah Sinta dibuang saat hamil di hutan, ia pun kemudian
melahirkan dua anak kembar yang kemudian menantang bapaknya karena telah
menelantarkan ibu mereka. Ketika sang bapak malah hendak membunuh anaknya,
Sinta pun memilih untuk ditelan bumi karena tak kuasa melihat pertumpahan darah
antara Rama dan anaknya. Selesai dan penuh deraian air mata.
Di tinjau dari segi kepercayaan, cerita Ramayana merupakan
suatu pendidikan rohani yang mengandung falsafah yang sangat dalam artinya.
Walau cerita ini fiktif, Ramayana merupakan cerita mitos kuna yang bersumber
pada pendidikan. Cerita Ramayanan sesuai dengan cerita kehidupan manusia dalam
mencari kebenaran dan hidup yang sempurna.
Cerita
Ramayana menyinggung pula kebaikan dan kesetiaan Dewi Sri kepada suaminya yaitu
Sri Rama, karena Sri Rama adalah titisan Dewa Wisnu, sedangkan Dewi Sri adalah
istri Dewa Wisnu yang digambarkan sebagai bumi manusia. Dari segi sosial
masyarakat membuktikan bahwa Rama dan Dewi Sri adalah merupakan tokoh-tokoh
sosiawan dan dermawan yang mencintai sesamanya.
Kitab Ramayana merupakan hasil sastra India yang indah dan
berani. Menurut perkiraan, di India ada lebih dari 100 juta orang yang pernah
membaca kitab Ramayana, artinya bahwa penggemar cerita Ramayana melebihi
pembaca Weda Menurut para budayawan, kitab Ramayana digubah oleh seorang Empu
agung, yaitu Empu Walmiki. Kitab ini terbagi-bagi menjadi 7 bagian atau 7
kandha. Bagian-bagian tersebut yaitu Bala Kandha, Ayodya Kandha, Aranyaka
kandha, Kiskindha kandha, Sundara Kandha, Yudha Kandha, Utara Kandha.Pada
kandha yang pertama yaitu Bala Kandha, dikisahkan tentang Rama dan
saudara-saudaranya ketika masih kecil.
Diceritakan, di negeri Kosala dengan ibukotanya Ayodya
dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Dasarata. Ia mempunyai 3 istri yaitu
Dewi Kausalya (Sukasalya) yang berputra Rama sebagai, Kekayi yang melahirkan
Barata, dan Dewi Sumitra yang berputra Lasmana dan Satrugna (Satrugena). Dalam
sayembara (swayamwara) di Wideha (Manthili) Rama berhasil memboyong Sinta putra
Janaka. Sinta kemudian menikah dengan Rama. Bagian ke dua disebut Ayodya Kandha
mengisahkan Raja Dasarata sudah tua. Maka Sang Prabu menghendaki turun tahta
dan Rama diserahi untuk menggantikannya sebagai raja di negeri Ayodya. Tanpa
berpikir panjang tentu saja Rama sebagai anak sulung menyanggupkan diri. Raja
Dasarata memerintahkan agar negeri dihias dengan sebaik-baiknya untuk peresmian
penobatan raja bagi Sri Rama yang baru saja menikah.
Tetapi alangkah kagetnya sang Raja Dasarata bahwa di malam
hari menjelang penobatan Rama, dewi Kekayi mengingatkan pada Dasarata akan
janji yang telah diucapkan tentang anaknya si Barata agar bisa naik tahta. Dan
selanjutnya agar Barata tenang memerintah Ayodya, Dewi Kekayi memerintahkan
kepada Rama dan Sinta agar meninggalkan Ayodya dan hidup di hutan Kanyaka atau
Dhandaka selama 14 tahun.
Tentu saja sang Prabu Dasarata sedih sekali dan tidak kuasa
menolak janji yang telah diucapkan kepada Kekayi. Hampir-hampir sang Dasarata
lari akan bunuh diri. Namun Sri Rama tahu akan gelagat itu, dengan rela hati
bersama Sinta untuk melepaskan haknya dan pergi ke hutan selama 14 tahun. Tidak
mau ketinggalan Raden Lasmana ikut dalam pengungsian ke hutan.
Sejak itulah Sang Dasarata meninggal. Barata diangkat
sebagai raja. Sesaat menduduki singgasana ia kemudian jatuh. Selanjutnya Barata
tidak mau naik tahta malahan lari mencari Rama di hutan untuk menyerahkan
kembali pemerintahan kepada kakaknya, tetapi Sri Rama harus menggenapkan14
tahun di hutan. Untuk itu terompah Sri Rama dibawa kembali ke Ayodya sebagai
ganti Sri Rama, maka raja terompah memerintah Ayodya.
Aranya kandha adalah bagian yang ketiga mengisahkan tentang
Batara Wisnu yang menitis ke Rama. Rama memang titisan Batara Wisnu yang ke
sembilan kalinya. Penitisan ini menjadikan karakter Rama benar-benar bertindak
ingin meluruskan perilaku umat yang jahat dengan cara kesabaran dan kebenaran.
Rama dalam pengasingan di hutan sudah berkali-kali membantu para rohaniawan
yang diganggu oleh raksasa.
Bagian ke empat disebut Kiskindha kandha yang menceritakan
perjalanan Rama hingga sampai ke negara Kiskindha. Sebelumnya Sri Rama telah
bertemu dengan burung Garuda Jatayu yang sudah sekarat dan maut hampir
menjemputnya. Peristiwa tersebut terjadi karena burung Jatayu bertempur guna
merebut Sinta dari tangan Rahwana Setelah burung Jatayu menyampaikan semua yang
dialaminya akhirnya mati kemudian Rama dan Lasmana melanjutkan perjalanan.
Dalam perjalanan Rama bertemu dengan Sugriwa sang raja kera yang terjepit pada
dua cabang asam yang berhimpitan dan tak akan bisa lepas tanpa pertolongan
orang lain. Himpitan cabang itu dipanah (jemparing) oleh Sri Rama dan lapaslah
Sugriwa dari jepitan cabang pohon. Kemudian berkatalah kepada Sri Rama, bahwa
dirinya adalah Sugriwa si raja kera dari Kiskindha. Sugriwa akhirnya minta
tolong kepada Sri Rama agar sudi membantu melawan kakaknya yang bernama Subali.
Bersekutulah Sugriwa dengan Rama dan saling berjanji akan
tolong-menolong di dalam segala kerepotannya. Akhirnya matilah Subali dalam
peperangan melawan Sugriwa yang dibantu Sri Rama. Setelah meraih kemenangan
bertahtalah Sugriwa di kerajaan Kiskindha. Selanjutnya Sugriwa memerintahkan
prajurit kera berangkat ke Alengka. Setelah sampai di pantai, maka para kera
bingung karena tidak mampu menyeberangi laut.
Sundara Kandha adalah bagian yang ke lima mengisahkan
perjalanan sang Hanuman yang menjadi utusan Sri Rama. Hanuman, kera putih
(wanara seta) kepercayaan Rama, si anak dewa Angin menuju ke negara Alengka
dengan cara mendaki gunung Mahendra, kemudian meloncati menyeberang samodra dan
tibalah di Alengka. Seluruh kota dijelajahinya hingga masuk di istana dan
bertemu dengan Sinta. Setelah saling mengabarkan kususnya Sri Rama yang suatu
saat akan menjemputnya ke Alengka.
Saat itu Hanuman diketahui oleh Indrajid, Hanuman ditangkap
lalu diikat dan kemudian dibakar. Dengan ekornya yang menyala itu mengakibatkan
seluruh kota itu terbakar, kemudian kembalilah Hanuman ke Ayodya melaporkan
peristiwa itu ke hadapan Sri Rama.
Bagian
ke enam yaitu Yudha Kandha menceritakan tentang Wibisana yang diusir Rahwana
dan akhirnya Wibisana bergabung dengan sang Rama. Sebelumnya Wibisana
memberikan petunjuk agar kakaknya yaitu Sang Rahwana mau mengembalikan Sinta
kehadapan Rama, namun petunjuk tersebut membuat Rahwana marah.
Wibisana disuruh pergi dari Alengka. Ia pergi bergabung
dengan Sri Rama. Hal ini mengakibatkan Indrajid mati, Kumbakarna beserta
prajurit dan para senapati gugur dalam perang berebut Sinta. Rahwana yang sakti
itu mengamuk, peperanganpun berlanjut dan banyak pula prajurit kera yang mati.
Hampir saja Rama kewalahan karena kesaktian Rahwana, akhirnya Rahwanapun mati.
Selesailah peperangan antara Sri Rama melawan Rahwana.
Wibisana diangkat oleh Rama menjadi raja Alengka. Di hati Rama ternyata ada
keraguan tentang kesucian Sinta. Untuk membuktikan, maka ia menyuruh membuat
api unggun. Masuklah Sinta ke dalam api itu. Ternyata tidak mati, justru dewa
Agnilah menyerahkan Sinta untuk Rama sebab Sinta memang masih suci. Kini Sinta
bersama Rama pulang ke Ayodya, diiringi oleh tentara kera. Mereka disambut oleh
Barata, yang segera menyerahkan tahta kerajaan kepada Sri Rama.
Bagian ke tujuh disebut Utara Kandha. Dua pertiga dari buku
Utara kandha ini berisi tentang cerita yang tidak ada kaitannya dengan riwayat
Sri Rama. Dalam kitab ini disebut-sebut tentang nama raja Dharmawangsa Teguh.
Kitab Ramayana ini berisi bermacam-macam cerita, misalnya
terjadinya raksasa-raksasa nenek moyang sang Rahwana atau Dasamuka. Terjadinya
Dasamuka dan sikapnya yang kurang sopan terhadap para dewa dan para pendeta.
Di kisahkan pula mengenai Sri Harjuna Sasrabahu yang
mengamuk kepada Dasamuka, disiksa ditarik dengan kereta kencana, diikatkan
badannya dengan roda kereta sampai kesakitan. Siksaan terhadap Dasamuka ini
terpaksa dilakukan oleh Sri Harjuna sebab patihnya yang bernama patih Suwanda
(Sumantri) mati dibunuh olehnya, namun Dasamuka ditolong oleh Pandya Batari
Durga.
Isi pokok dari bagian ke 7 ini sebenarnya berupa lanjutan
dari riwayat Rama Sinta, tetapi ada perbedaan dengan bagian akhir kitab yang ke
6. Menurut para ahli sastra bagian ke 7 ini memang berupa kandha gubahan baru.
Diceritakan setelah Sinta diboyong ke Utara (Ayodya), maka
Sang Batara Rama mendengar desas-desus rakyat bahwa kehadirannya sangat
disangsikan akan kesuciaannya. Demi memperlihatkan kesempurnaannya, maka Sinta
yang pada saat itu dalam keadaan hamil diusir dari Ayodya oleh Rama.
Pergilah Sinta dengan tiada tujuan tertentu dengan
mengenakan pakaian orang sudra papa dan sampailah di pertapaan Empu Walmiki.
Usia kehamilan Sinta semakin besar, maka setelah tiba waktunya lahirlah dua
anak yang ternyata lahir kembar, diberi nama Kusa dan Lawa.
Keduanya diasuh dan dibesarkan oleh Empu Walmiki dan dididik
membaca kakawin. Sang Walmiki juga menulis cerita riwayat Rama dalam kakawin.
Suatu saat ketika sang Rama mengadakan aswameda yaitu korban pembebasan kuda,
Kusa dan Lawa diajak hadir oleh sang Walmiki. Kedua anak muda inilah yang
membawa kakawin gubahan sang Empu.
Setelah pembacaan Kakawin dengan riwayat Sang Rama, barulah
tahu bahwa Kusa dan Lawa adalah anaknya sendiri. Maka segera Walmiki diminta
untuk mengantar Sinta kembali ke istana. Setiba di istana Sinta bersumpah
“janganlah kiranya raganya tidak diterima oleh bumi seandainya tidak suci.”
Seketika itu juga bumi terbelah menjadi dua dan muncullah Dewi Pretiwi yang
duduk di atas singgasana emas yang didukung oleh ular-ular naga. Sinta
dipeluknya dan dibawanya lenyap masuk ke dalam belahan bumi.
Tentu saja Sri Rama sangat menyesal atas semua itu. Perasaan
Rama sangat haru melihat sang Dewi Pretiwi yang berkenan untuk muncul menjemput
Sinta. Peristiwa tersebut telah membuat Rama mengerti akan kesetiaan Sinta
kepadanya. Itulah penyesalan Rama, yang kemudian dinyatakan pada semedinya di
pantai samudra dan lepaslah penitisan Wisnu kembali ke Sorgaloka untuk bertemu
dengan sang istri yaitu Dewi Pretiwi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Kepribadian Eysenck
2.1.2. Biografi dan Sejarah Hans Eysenck
Hans Eysenck lahir di Jerman pada tanggal 4
Maret 1916. Ayahnya adalah seorang aktor dan bercerai dengan ibunya saat dia baru
berusia 2 tahun. Eysenck kemudian dirawat oleh neneknya. Dia hidup bersama
neneknya sampai usia 18 tahun, ketika nazi mulai berkuasa. Sebagai seorang
simpatisan Yahudi, terang saja kehidupannya terancam.
Dia kemudian pindah ke Inggris guna melanjutkan
pendidikanya. Dia menerima gelar doktor di bidang psikologi dari University of
London tahun 1940. Selama Perang Dunia II, dia bekerja sebagai psikolog di
bagian gawat darurat perang.
Keyakinan Eysenck terhadap kebutuhan pengukuran
yang akurat menjadikannya melancarkan kritik keras terhadap teori
psikoanalisis. Psikoanalisis tidak memberikan pengukuran yang akurat dan
reliabel bagi konsep psikologis mereka. Hal ini diyakini Eysenck sebagai
kegagalan serius. Dalam menyusun teori sifat, Eysenck mencoba menghindari
masalah ini dengan menggunakan pengukuran perbedaan individu yang reliabel. Dia
menekankan pada keharusan pengukuran sifat kepribadian yang memadai. Pengukuran
itu merupakan keharusan untuk mendapatkan sebuah teori yang dapat diuji dan
jika gagal, tidak disetujui. Pengukuran seperti ini juga diperlukan untuk
mengidentifikasikan asumsi dasar-dasar biologis dari sifat.
Teori kepribadian Eysenck memiliki komponen
biologis dan psikometris yang kuat. Namun ia yakin kalau kecanggihan
psikometris saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan
bahwa dimensi kepribadian yang melewati analisis factor bersifat steril dan tak
bermakna kecuali mereka memiliki eksistensi biologis.
Inti pandangan Eysenck dalam psikologi dapat
dicari sumbernya pada keyakinannya bahwa pengukuran adalah fundamental dalam
segala kemajuan ilmiah, dan bahwa lapangan psikologi sebelumnya orang belum
pasti tentang “hal” apa yang sebenarnya diukur. Eysenck yakin bahwa taksonomi
atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah pertama yang menentukan dan bahwa
analisis factor adalah alat yang paling memadai untuk mengejar tujuan ini.
2.1.3. Definisi
Kepribadian
Menurut Eysenck kepribadian adalah keseluruhan
pola tingkahlaku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan
oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan
melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir
tingkahlaku; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor
afektif (temperament), sektor somatik (constitution).
2.1.4. Struktur
Kepribadian
Eysenck berpendapat bahwa kebanyakan ahli-ahli
teori kepribadian terlalu banyak mengemukakan variabel-variabel kompleks dan
tidak jelas. Pendapat ini dikombinasikan dengan anlisisnya, yaitu dengan analisis
faktor yang telah menghasilkan sistem kepribadian yang ditandai oleh adanya
sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan
jelas.
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku
dipandang Eysenck memiliki empat tingkatan hirarki, berturut-turut dari hirarki
yang tinggi ke hirarki yang rendah :
1. Hirarki tertinggi : Tipe/Supertraits,
kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang
luas.
2. Hirarki kedua : Trait, kumpulan
kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai
persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
3. Hirarki ketiga : Kebiasaan tingkah laku atau berpikir, kumpulan respon
spesifik, tingkahlaku/pikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang
mirip.
4. Hirarki terendah : Respon spesifik,
tingkahlaku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon
terhadap suatu kejadian.
Jika dilihat dari hubungnnya dengan hirarki di
atas, maka dapat disebutkan bahwa antar bagian dari hirarki kepribadian
tersebut terjadi interaksi dan saling berpengaruh antar satu dengan yang
lainnya. Sebagai contoh adalah adanya interaksi antara bagian kepribadian yang
disebut sebagai specific response dan habitual response. Dimana
yang disebut sebagai specific response yakni perilaku atau pikiran
individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau tidak, misal seorang siswa
yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual response dapat
dimaknai sebagai respon yang terus berlangsung di bawah kondisi yang sama,
misal jika seorang siswa seringkali berusaha sampai suatu tugas selesai
dikerjakannya. Habitual response ini dapat berubah-ubah ataupun dapat
menetap.
Setelah mengetahui penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa untuk membuat perilaku tertentu atau specific
response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual response maka perlu
adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga beberapa kali. Sedangkan
jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku tertentu itu menjadi sebuah habitual
response atau sebuah kebiasaan, maka tidak diperlukan pengulangan perilaku
hingga berkali-kali. Dan hubungan serta interaksi juga berlaku pada bagian
kepribadian Eysenck yang lain, seperti tipe dan trait.
2.1.5. Dinamika Kepribadian
Yang disebut dengan dinamika kepribadian adalah
mempelajari interaksi antar struktur dari kepribadian tertentu. Dengan
menggunakan metode analisis faktor, Eysenck berhasil mengidentifikasi dua
dimensi dasar kepribadian yaitu Extraversion dan Neuroticism. Extraversion dan
Neuroticism diberikan ruang 2 dimensi untuk menggambarkan perbedaan individu
dalam perilaku. Analoginya, Extraversion dan Neuroticism adalah lintang
dan bujur menggambarkan titik di muka bumi. Pada prinsipnya, setiap orang dapat
ditempatkan dalam ruang dua duimensionalini tetapi dalam tingkatan yang
berbeda. Fitur Eysenck adalah pandangannya yang berhubungan dengan Hipocrates
dan Gallen yang mengetengahkan empat tipe kepribadian dasar : Melankonis,
Plegmatis, Koleris, dan Sanguis.
·
Tinggi N dan Rendah E =
tipe Melancholic
·
Tinggi N dan Tinggi E =
tipe Choleric
·
Rendah N dan Tinggi E =
tipe Sanguine
·
Rendah N dan Rendah E =
tipe apatis
Extraversion
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai
sembilan sifat dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni:
tidak sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis,
penakut.
Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan
antara ekstraversi dan introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL =
Cortical Arausal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat
keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulasi indrawi.
CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL
tinggi, korteks mudah terangsang untuk bereaksi. Orang yang ekstravers CAL-nya
rendah, sehingga dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan
korteksnya. Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan
rangsangan sedikit untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers
menarik diri, menghindar dari riuh-rendah situasi disekelilingnya yang dapat
membuatnya kelebihan rangsangan.
Extrovert
|
Introvert
|
Orang Extrovert lebih memilih berpartisipasi
dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung
jeram), minum alkohol dan mengisap mariyuana.
|
Orang introvert memilih aktivitas yang miskin
rangsangan sosial, seperti membaca, olahraga soliter (main ski, atletik),
organisasi persaudaraan eksklusif.
|
Kondisikeramaianmeningkatkanperforma
orang-orang Extrovert
|
Lebih sensitive terhadap rasa sakit dan
Cenderung lebih berhati-hati
|
Ekstravert lebih memilih liburan yang
mengandung interaksi dengan orang lain
|
introvert kurangmembutuhkansesuatu yang baru
|
Ekstravert lebih aktif secaraseksual
|
Introvert lebih baik di sekolah
|
Ekstravert menikmati humor seksual dan agresif
yang eksplisit
|
sedangkan introvert lebih memilih bentuk humor
intelektualsepertipermainan kata dancanda yang tersamar.
|
N
|
Moody
|
Irrational
|
Tense
|
Guilt Feelings
|
Low Self-esteem
|
Emotional
|
Shy
|
Deppressed
|
Anxious
|
Neuroticism
Seperti
ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas
yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar
genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan
obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari
kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti
kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas,
dan alkoholisme.
Orang yang skor neurotiknya tinggi sering
mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali
normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam
pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi
tetapi tetap bebas dari simpton gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor
neurotisisme mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni
skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik
dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.
Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan
reaksi sistem syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang
kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon
secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme
dan ekstraversi dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam
bentuk garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu
tergantung kepada tingkat ekstraversi dan neurotisismenya.
Subyek
|
Dimensi
|
CAL
|
ANS
|
Simptom
|
(A)
|
Introver-Neurotik
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Gangguan psikis tingkat pertama
|
(B)
|
Ekstraver-Neurotik
|
Rendah
|
Tinggi
|
Gangguan psikis tingkat kedua
|
(C)
|
Introver-Stabilita
|
Tinggi
|
Rendah
|
Normal introvers
|
(D)
|
Ekstravers-Stabilitas
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal ekstravers
|
Penjelasan Tabel
A adalah orang introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim
neurotisisme) atau orang yang memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi. Orang itu
cenderung memiliki simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan
obsesif-kompulsif, yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat
pertama (disorders of the first kind).
B adalah orang ekstravers-neurotik atau orang yang memiliki CAL
rendah dan ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen,
atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind).
C adalah orang normal yang introvers; tenang, berfikir mendalam,
dapat dipercaya.
P
|
Creative
|
Antisocial
|
Impulsive
|
Egocentric
|
Impersonal
|
Tough-minded
|
Unemphatic
|
Cold
|
Aggressive
|
D
adalah orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senamg bicara/bergaul.
Psychoticism
Dimensi ketiga, psychoticism, ditambahkan ke model pada akhir
tahun 1970, berdasarkan kolaborasi antara Eysenck dan istrinya, Sybil BG
Eysenck, yang adalah editor saat Personality and Individual Differences.
Orang yang skor psikotisisme-nya tinggi memiliki
trait agresif, dingin, egosentrik, tak pribadi, impulsif, antisosial, tak
empatik, keatif, keras hati. Sebaliknya orang yang skor psikotisismenya rendah
memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh perhaitan, akrab, tenang,
sangat sosial,empatik, kooperatif, dan sabar. Seperti pada ekstraversi dan
neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Secara
keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75% bersifat herediter, dan hanya 25%
yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada neurotisisme, psikotisisme juga
mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model). Orang yang variabel
psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi
untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang
hanya mengalami stress yang rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa
berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi
psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat fungsi normal
kepribadian sulit untuk diraih kembali.
2.1.6. Proses
Terbentuknya Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan peran
herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi,
neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan). Hal ini sebagian didasarkan
pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL
(Cortical Arousal Level) dan ANS (Automatic Nervous System Reactivity) dengan
dimensi-dimensi kepribadian.
Namun, Eysenck juga berpendapat bahwa semua
tingkah laku yang tampak – tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon
spesifik – semuanya (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari
lingkungan. Eysenck berpendapat inti dari fenomena neurotis adalah reaksi takut
yang dipelajari atau terkondisikan. Hal itu terjadi manakala satu atau dua
stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun
psikologis. Kalau traumanya sangat keras dan mengenai seseorang yang faktor
hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis
untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang
besar dan sukar berubah (diatesis stress model).
Sekali conditioning ketakutan atau kecemasan
terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas pada objek atau
peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus
lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan
dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti Prinsip
Generalisasi Stimulus yang banyak dibahas dalam paradigma behaviourisme. Setiap
kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha
menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi
terkondisi perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang baru saja
dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku
neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga orang itu menjadi mereaksi
dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama
sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat
diikatkan dengan stimulus asli, sehingga orang mungkin mengembangkan cara
merespon stimuli yang terjadi serta merta akibat adanya stimuli itu, tanpa
tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah
laku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya,
tingkah laku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering
menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukan
menguranginya.
Eysenck tidak menutupi kemungkinan adanya
pengaruh lingkungan pada kepribadian, seperti interaksi keluarga di masa kecil,
tetapi dia percaya pengaruhnya terhadap kepribadian adalah terbatas.
Psikopatologi
Teori kepribadian
Eysenck berkaitan erat dengan teori psikologi dan perubahan perilaku. Jenis
gejala atau gangguan psikologis yang cenderung berkembang adalah terkait dengan
karakteristik kepribadian dasar dan prinsip-prinsip dari fungsi sistem saraf.
Menurut Eysenck, Orang extravert biasanya memiliki level rangsangan cortical
(CAL=CorticalArousal Level) yang tinggi , sedangkan introvert biasanya
memiliki level rangsangan cortical (CAL) yang lebih rendah. Orang yang
mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert,
sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis
histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang
ekstravert.
Eysenck juga menemukan
hubungan antara dimensi normality-neurocitism dengan autonomic nervous system
reactivity. Orangdenganreaktivitassistemsaraf
otonomtinggicenderungmengembangkangangguanneurotik. Orang yang skor neurotiknya
tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan
sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Sebagian besar pasien neurotik
cenderung memiliki neurotisisme yang tinggi dan skor extraversion yang rendah.
Sebaliknya, penjahat dan orang-orang antisosial cenderung memiliki skor
neurotisisme, extravertion dan psychoticism yang tinggi, individu-individu
seperti itu menunjukkan pembelajaran yang lemah mengenai norma- norma sosial.
BAB
III
ANALYSIS
TOKOH
3.1.
Analysis Tokoh Mahabarata
- Bima adalah tokoh wayang yang berkarakter putih. Bima juga bagian dari pandawa lima. Sebagai sorang pandawa maka sudah dipastikan berkarakter putih. Sifat-sifat protagonis yang ia miliki antara lain gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama derajatnya, sehingga dia digambarkan tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil) atau pun duduk di depan lawan bicaranya
Bila kita melihat karakter bima, bima
ditermasuk tipe kepribadian Eysenck , yaitu tipe ekstravet, dimana lebih cepat
berinteraksi dan lebih aktif dan cenderung agresif dengan sifat kegagahan nya.
- Arjuna juga termasuk Pandawa dan memiliki karateristik protagonis sehingga Arjuna tergolong tokoh putih. Sifat-sifat yang menunjukan keprotagonisanya antara lain cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Arjuna banyak menjati kiblat bersikap karena sikap menjunjung tinggi sikap ksatriyanya.
Karakter
arjuna cenderung tipe yang introvert, karena dengan melihat karakter pendiam
dan telitinya, membuat dia lebih cenderung kedalam diri nya, tidak sering
mengeksplor diri nya, lain dengan Bima yang cenderung gagah mengeksplor diri
nya secara langsung.
- Duryodhana merupakan tokoh sentral dalam kisah Mahabarata yang menduduki peran antagonis atau dapat disebut tokoh hitam. Duryodhana adalah pemimpin pasukan korawa. Sifat kehitaman yang ia miliki antara lain iri dan dengki. Sifat iri menjadi landasan tindakan yang ia lakukan. Keiriannya terhadap keluarga Pandawa, terlalu mendarah daging hingga menyebabkan perpecahan atau perang besar yang kemudian disebut perang barata yudha. Duryudhana juga digambarkan sebagi tokoh yang haus akan kekuasaan.
Karakter
duryodhana ialah karakter yang berada di tipe Psychoticism,
dimana sifat-sifat yang egosentris dan cenderung keras hati.
- Sengkuni merupakan bagian dari 100 korawa. Sengkuni berkedudukan sebagai patih atau penasihat kerajaan Hastina. Sikap jeleknya adalah selalu mengobarkan isu-isu yang memanaskan para Korawa sehingga membawa dalam konfik yang lebih besar. Sengkuni bertugas memanas-manasi Duryodhana agar semakin membenci Pandawa dan menghasut agar pecah perang barata yudha.
Karakter sungkini ialah tipe neuroticsm yang tinggi, dimana
tingkat kecmasan membuat dia menjadi sifat yang obsesif, dan sifat obsesif nya
karena takut dikalahkan oleh orang lain.
3.1. Tokoh Ramayana
1. Rahwana adalah sosok sentral yang menduduki posisi antagonis dalam kisah
Ramayana. Rahwana disebut sebagai tokoh hitam karena keinginannya untuk
memiliki Sinta, padahal Sinta merupakan isteri Rama. Hingga puncaknya, Rahwana
menculik Sinta dan menawannya di Kerajaan Alengka. Meskipun Sinta menolak,
Rahwana tetap memaksa agar Sinta mau menikah dengannya.
Ø Karakter rahwana ialah
tipe neuroticsm, dengan sifat obsesif nya untuk memiliki shinta membuatnya
menjadi seperti itu di tambah sifat antagonis yang ada dalam diri nya.
2. Sinta merupakan tokoh utama yang bersifat protagonis dalam
kisah Ramayana. Sinta merupakan pasangan yang setia, sabar, dan tabah dalam
menghadapi cobaan. Kesetiaannya diuji ketika dalam masa penculikan oleh
rahwana. Sinta bahkan sangat menjaga kesuciannya demi kesetiaannya terhadap
kekasihnya Rama. Kesabaran dan kekuatannya dalam menghadapi ujian di asingkan
ke hutan serta dalam masa penculikan menjadikannya sosok yang tabah.
Ø Karakter shinta adalah karakter yang penyabar dan setia
terhadap rama, karakter shinta
Ialah
tipe yang introvert
3. Hanoman juga
termasuk ke dalam jejeran wayang dalam kisah Ramayana, meskipun dalam
perkembangannya tokoh hanoman juga masuk ke dalam kisah Mahabarata. Hanoman
merupakan tokoh putih menduduki posisi protagonis. Sifat-sifat dasar yang
dimiki tokoh hanoman patut untuk dijadikan panutan. Meskipun hanoman
digambarkan sebagai seekor kera, hanoman memiliki jiwa ksatriya. Hidupnya
didedikasikan untuk menolong. Dalam kaitannya kisah Ramayana, hanoman dengan
murah hati, welas asih, dan keberanian yang luar biasa memimpin pasukan kera
untuk membebaskan Sinta dari cengkraman Rahwana. Hanoman tidak takut akan
samudra luas, lautan api, atau hambatan apapun yang maha dahsyat. Dia hanya
takut pada dirinya sendiri.
Ø Karakter
hanoman ialah tipe ekstrovert, dimana cenderung sifat-sifat dimiliki nya
membuat dia menjadi penolong untuk orang lain, hanoman tidak pernah takut
dengan tantangan, karena ia adalah pemberani dan memiliki dasar ekstrovert nya
BAB IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Pada
dasarnya pewayangan ialah sebuah kesenian yang berawal dari india kemudian,
berkembang terus-menerus hingga pewayangan ke Indonesia. Dan menjadi salah satu
bentuk kesenian diIndonesia yang begitu dikenal. Pewayangan ialah seb uah karakter
pemain yang dimainkan oleh boneka, dan karakter itu sendiri sebuah bagian dari
garis kehidupan yang ada di dunia ini. Sifat-sifat yang diperankan oleh boneka
kulit itu adalah gambaran dari karakter manusia itu sendiri.
4.2.
Diskusi
Pewayangan
adalah sebuah bentuk kesenian yang dikenal di Indonesia, sampai sekarang pun
boneka wayang terus beraksi dan menjadi salah satu peminat yang luas, dengan
pewayangan ialah menggambarkan karakter manusia. Oleh sebab itu pewayangan hal
yang sulit juga diperankan oleh orang yang tidak ahli dibidang itu, bahkan
pewayangan ialah sebuah kesenian yang menverita sebuah cerita yang luar biasa.
Sehingga pewayang hal sulit yang memungkinkan untuk para manusia menggunakan
nya, karena pewayangan sangat sulit dipraktekan. Bila kita tidak tahu teknik
menggunakannya. Kesulitan yang dialami oleh saya, ialah melihat pewayangan yang
sangat mirip dengan kehidupan seseorang dan bagaimana boneka itu di buat yang
luar biasa mencerminkan dari gesture tubuh dan wajah yang sangat melakonin
adegan atau karakternya manusia yang sering terjadi. Saya juga sangat sulit
menganalisis kepribadian dan mencocokan tipe kepribadian menurut teori, karena
pewayangan sangat mirip dengan manusia karakternya.
DAFTAR PUSTAKA
Jess feist & Gregory j.feist Teori kepribadian
(theories of personality), edisi 7.terbitan salemba humanika.
Sumber lain:
11018rika.blogspot.com/2012/04/teori-kepribadian-eysenk.html
waddd
BalasHapusBayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL
BalasHapusAnda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vit
Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q
Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino
Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY
Whatsapp : 0812-222-2996
POKERVITA