Senin, 23 Juni 2014

Analysis tokoh nasional ' Bj Habibi'


ANALISIS TOKOH NASIONAL
 ‘ BJ HABIBI ‘



OLEH:
MIMI ARDIANTARI
(6012210002)





UNIVERSITAS PANCASILA
PSIKOLOGI
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  BIOGRAFI BJ HABIBI
1.1.2. Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].

Foto : BJ Habibie
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya,  R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan  indeks prestasi summa cum laude.
Karir di Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm  atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Karir habibie sebelum umur 40 th sangat lah cemerlang sehingga beliau balik ke Indonesia dan bekerja untuk Indonesia dan terakhir dia di angkat menjadi wakil presiden oleh Bapak Soeharto dan kejayaan nya mulai cemerlang pas pada tahun 1998 renser nya soeharto, beliau menduduki jabatan presiden mengganti soeharto dan merendam suasana anarkis mahasiswa pada tahun 1998 itu. Dan akhir nya soeharto tidak lama mendudukin jabatan presiden dia pension dari jabatan nya dan dia memutuskan untuk menjadi rakyat biasa yang bersama keluarga nya dan akhir nya dengan kebersamaan bj habibi dan bu ainun, akhir nya bu ainun meninggalakn beliau duluan. Tetapi habibi masih tegar dan cinta sejati nya ke ibu ainun tidak hilang dan dia sekarang menjadi contoh untuk anak-anak bangsa lainnya.








BAB II
LADASAN TEORI
2.1. TEORI HUMANISTIK (ABRAHAM MASLOW)
Abraham Maslow mengembangkan teori kepribadian yang telah mempengaruhi sejumlah bidang yang berbeda, termasuk pendidikan. Ini pengaruh luas karena sebagian tingginya tingkat kepraktisan’s teori Maslow. Teori ini akurat menggambarkan realitas banyak dari pengalaman pribadi. Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami apa kata Maslow. Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman mereka atau perilaku yang benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak pernah dimasukkan ke dalam kata-kata.
Maslow adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percaya bahwa manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah satu dari rangsangan dan bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah sadar (psikoanalisis). Humanis berfokus pada potensi. Mereka percaya bahwa manusia berusaha untuk tingkat atas kemampuan. Manusia mencari batas-batas kreativitas, tertinggi mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Ini telah diberi label “berfungsi penuh orang”, “kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut tingkat ini, “orang-aktualisasi diri.”
Maslow telah membuat teori hierarkhi kebutuhan. Semua kebutuhan dasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluri pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar, orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar” (dan kebanyakan tidak ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi dan lurus dan indah.
Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan untuk memahami, apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni. Dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya. Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut:
1.  Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
2.  Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3.  Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
4.  Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.
5.  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Teori hierarkhi kebutuhan sering digambarkan sebagai piramida,  lebih besar tingkat bawah mewakili kebutuhan yang lebih rendah, dan titik atas mewakili kebutuhan aktualisasi diri. Maslow percaya bahwa satu-satunya alasan bahwa orang tidak akan bergerak dengan baik di arah aktualisasi diri adalah karena kendala ditempatkan di jalan mereka oleh masyarakat negara. Dia bahwa pendidikan merupakan salah satu kendala. Dia merekomendasikan cara pendidikan dapat beralih dari orang biasa-pengerdilan taktik untuk tumbuh pendekatan orang. Maslow menyatakan bahwa pendidik harus menanggapi potensi individu telah untuk tumbuh menjadi orang-aktualisasi diri / jenis-nya sendiri. Sepuluh poin yang pendidik harus alamat yang terdaftar:
  1. Kita harus mengajar orang untuk menjadi otentik, untuk menyadari diri batin mereka dan mendengar perasaan mereka-suara batin.
  2. Kita harus mengajar orang untuk mengatasi pengkondisian budaya mereka dan menjadi warga negara dunia.
  3. Kita harus membantu orang menemukan panggilan mereka dalam hidup, panggilan mereka, nasib atau takdir. Hal ini terutama difokuskan pada menemukan karier yang tepat dan pasangan yang tepat.
  4. Kita harus mengajar orang bahwa hidup ini berharga, bahwa ada sukacita yang harus dialami dalam kehidupan, dan jika orang yang terbuka untuk melihat yang baik dan gembira dalam semua jenis situasi, itu membuat hidup layak.
  5. Kita harus menerima orang seperti dia atau dia dan membantu orang belajar sifat batin mereka. Dari pengetahuan yang sebenarnya bakat dan keterbatasan kita bisa tahu apa yang harus membangun di atas, apa potensi yang benar-benar ada.
  6. Kita harus melihat itu kebutuhan dasar orang dipenuhi. Ini mencakup keselamatan, belongingness, dan kebutuhan harga diri.
  7. Kita harus refreshen kesadaran, mengajar orang untuk menghargai keindahan dan hal-hal baik lainnya di alam dan dalam hidup.
  8. Kita harus mengajar orang bahwa kontrol yang baik, dan lengkap meninggalkan yang buruk. Dibutuhkan kontrol untuk meningkatkan kualitas hidup di semua daerah.
  9. Kita harus mengajarkan orang untuk mengatasi masalah sepele dan bergulat dengan masalah serius dalam kehidupan. Ini termasuk masalah ketidakadilan, rasa sakit, penderitaan, dan kematian.
  10. Kita harus mengajar orang untuk menjadi pemilih yang baik. Mereka harus diberi latihan dalam membuat pilihan yang baik














BAB III
ANALYSIS TOKOH

3.1 ANALYSIS TOKOH BERDASARKAN TEORI MASLOW
            Bj habibi adalah seorang panutan bagi anak bangsa yang terus berkembang, karena dari melihat karir dan kehidupan habibi terkenal dengan kepintaran dan rasa percaya yang luar biasa untuk maju. Karakter bj habibi adalah orang yang tenang dan punya usaha yang luar biasa untuk mencapai kesuksesan, kalau kita melihat dari sudut pandang teori humanistic maslow, hierarki kebutuhan, ialah:
1.      Fisiologis habibie sangat terpenuhi, karena habibi juga berasal dari keluarga yang ekonomi nya cukup dan ibu nya juga seorang pengusaha. Dari segi keuangan, pendidikan dan dll tercukupi sehingga habibie dapat menyelesaikan S3 nya di belanda.
2.      Keamanan: rasa aman yang dimiliki habibi sudah cukup, karena beliau berasal dari keluarga yang baik, dan lingkungan tempat tinggal dia sejak lahir maupun dia kuliah sangat baik. Dan beliau sangat deket dengan ibunya, sehingga rasa aman dari kecil hingga dia besar pun terpenuhi.
3.      Cinta dan penerimaan: beliau sangat terpenihu karena dia mendapatkan rasa cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua dan istrinya ainun yang sangat mencintainya dan menerima nya, dari segi lingkungan dan masyarakat pun dia diterima sangat baik bahkan dia menjadi seorang presiden untuk Indonesia. Bukan hanya di Indonesia saja dia diterima, di negeri orang pun dia diterima dengan kejeniusan nya membuat pesawat.
4.      Harga diri: beliau terpenuhi, karena dia dihargai semua orang dimacam Negara karena karya dan prestasi nya yang luar biasa, bahkan dia menjadi contoh anak bangsa dalam berprestasi.
5.      Aktualisasi diri: habibi sudah mencapai tingkat aktualisasi dirinya, karena dengan prestasinya beliau memiliki apa yang dia inginkan dan dambakan, beliau dari kecil terkenal pintar dan ulet dalam mengerjar sesuatu, sehingga sampai dia menjadi seorang yang membuat pesawat sendiri, dan karya nya menjadi sebuah sumbangan yang besar untuk bangsa Indonesia. Dan tidak sampai disitu habibi pun menjadi wakil presiden kemudia menjadi presiden. Dengan kejujuranya dia dikenal sebagai manusia jenius dan akhirnya ketika dia ditinggal oleh istrinya ainun, dan tidak jatuh karena dia memiliki anak laki-laki, menantu, dan cucu yang menemanin nya. Di usianya yang tidak mudah lagi dia menjadi sebuah contoh untuk anak bangsa lainya dalam mengejar impian menjadi sukses. Habibi saat ini menikamti kehidupan bersama keluarganya.




BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
            Kehidupan adalah hal yang dimiliki oleh semua orang, setiap orang memiliki impian dan harapan kehidupan menjadi baik. Hal ini bagaimana kita dapat menjalankan hidup dengan baik dan usaha byang benar-benar, sehingga impian dan cita-cita tercapai. Dari kisah kehidupan Bj Habibi adalah sebuah contoh yang patut diikutin, karena beliau dengan usahanya yang luar biasa mengantarkan nya menjadi seseorang yang luar biasa untuk bangsa Indonesia.

4.2. DISKUSI
            Tokoh habibi  adalah seseorang yang sukses dalam segala hal, dengan kesuksesan nya menjadi sebuah kebanggaan Indonesia memiliki anak bangsa yang luar biasa. Sehingga saya sendiri sangat  takjub dengan kepintaran dan usaha bj habibi dalam kehidupanya. Anaylisis yang saya lakukan berdasarkan teori Maslow adalah sebuah gambaran dimana kehidupan seseorang memiliki tahapan dan kebutuhan yang terpenuhi, sehingga sampai di pucak kebutuhan yang sangat tinggi. Bj habibi dikenal orang yang tenang dan jujur, sehingga ini bisa menjadi sebuah panutan untuk kita semua dalam kehidupan dan bisa merapkannya.






















Daftar Pustaka
Feist, J & Feist. (2010). Teori Kepribadian, edisi 7, buku 1. Jakarta: Salemba Humanika
Sumber lain:
belajarpsikologi.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow

kode etik psikologi Himpsi

Kode Etik Psikologi Indonesia 



Himpunan Psikologi Indonesia, 2010



BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
Pengertian


(1) KODE ETIK PSIKOLOGI adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.

(2) PSIKOLOGI merupakan ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia. Ahli dalam ilmu Psikologi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu profesi atau yang berkaitan dengan praktik psikologi dan ilmu psikologi termasuk dalam hal ini ilmu murni atau terapan. 

(3) PSIKOLOG adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) sistem kurikukum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog). Psikolog memiliki kewenangan untuk memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang praktik klinis dan konseling; penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelenggaraan asesmen; konseling; konsultasi organisasi; aktifitasaktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; serta administrasi. Psikolog DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(4) ILMUWAN PSIKOLOGI adalah ahli dalam bidang ilmu psikologi dengan latar belakang pendidikan strata 1 dan/ atau strata 2 dan/atau strata 3 dalam bidang psikologi. Ilmuwan psikologi memiliki kewenangan untuk memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial; pengembangan instrumen asesmen psikologi; pengadministrasian asesmen; konseling sederhana;konsultasi organisasi; perancangan dan evaluasi program. Ilmuwan Psikologi dibedakan dalam kelompok ilmu murni (sains) dan terapan. 

(5) LAYANAN PSIKOLOGI adalah segala aktifitas pemberian jasa dan praktik psikologi dalam rangka menolong individu dan/ atau kelompok yang dimaksudkan untuk pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis. Layanan psikologi dapat berupa praktik konseling dan psikoterapi; penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrument asesmen psikologi; penyelenggaraan asesmen; konseling karir dan pendidikan; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; dan administrasi.


Pasal 2

Prinsip Umum


Prinsip A: Penghormatan pada

Harkat Martabat Manusia


(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi harus menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.

(2) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menghormati martabat setiap orang serta hak-hak individu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan pilihan pribadi seseorang.

(3) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan.

(4) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menyadari dan menghormati perbedaan budaya, individu dan peran, termasuk usia, gender, identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal kebangsaan, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), bahasa dan status social ekonomi, serta mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada saat bekerja dengan orang-orang dari kelompok tersebut.

(5) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk menghilangkan pengaruh bias faktor-faktor tersebut pada butir (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.
 
Prinsip B: Integritas dan Sikap Ilmiah

(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi harus mendasarkan pada dasar dan etika ilmiah terutama pada pengetahuan yang sudah diyakini kebenarannya oleh komunitas psikologi.

(2) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, kebenaran dalam keilmuan, pengajaran, pengamalan dan praktik psikologi.

(3) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (fraud), tipuan atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta yang tidak benar.

(4) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi berupaya untuk menepati janji tetapi dapat mengambil keputusan tidak mengungkap fakta secara utuh atau lengkap HANYA dalam situasi dimana tidak diungkapkannya fakta secara etis dapat dipertanggungjawabkan untuk meminimalkan dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi.

(5) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan kebutuhan, konsekuensi dan bertanggung jawab untuk memperbaiki ketidakpercayaan atau akibat buruk yang muncul dari penggunaan teknik psikologi yang digunakan.


Prinsip C : Profesional


(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, penelitian,pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan integritas.

(2) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi membangun hubungan yang didasarkan pada adanya saling percaya, menyadari tanggungjawab profesional dan ilmiah terhadap pengguna layanan psikologi serta komunitas khusus lainnya.

(3) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban profesional, mengambil tanggung jawab secara tepat atas tindakan mereka, berupaya untuk mengelola berbagai konflik kepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk.

(4) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi dapat berkonsultasi, bekerjasama dan/atau merujuk pada teman sejawat, profesional lain dan/atau institusi-institusi lain untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna layanan psikologi.

(5) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi perlu mempertimbangkan dan memperhatikan kepatuhan etis dan profesional kolega-kolega dan/ atau profesi lain.

(6) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi dalam situasi tertentu bersedia untuk menyumbangkan sebagian waktu profesionalnya tanpa atau dengan sedikit kompensasi keuntungan pribadi.


Prinsip D : Keadilan


(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi memahami bahwa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap orang. Oleh karena itu, pengguna layanan psikologi tanpa dibedakan oleh latarbelakang dan karakteristik khususnya, harus mendapatkan layanan dan memperoleh keuntungan dalam kualitas yang setara dalam hal proses, prosedur dan layanan yang dilakukan.

(2) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menggunakan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, waspada dalam memastikan kemungkinan bias-bias yang muncul, mempertimbangkan batas dari kompetensi, dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau mengarah kepada praktik-praktik yang menjamin ketidakberpihakan.

Prinsip E : Manfaat


(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi berusaha maksimal memberikan manfaat pada kesejahteraan umat manusia, perlindungan hak dan meminimalkan resiko dampak buruk pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait.

(2) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi apabila terjadi konflik perlu menghindari serta meminimalkan akibat dampak buruk; karena keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihak lain.

(3) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi perlu waspada terhadap kemungkinan adanya faktor-faktor pribadi, keuangan, sosial, organisasi maupun politik yang mengarah pada penyalahgunaan atas pengaruh mereka.

BAB II 
MENGATASI ISU ETIKA

Pasal 3
Majelis Psikologi Indonesia


(1) Majelis Psikologi adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normative maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.


(2) Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi, dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan kesempatan untuk membela diri.

(3) Apabila Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi telah
melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal ini Majelis Psikologi Indonesia.
(4) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian layanan psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat yang dimaksudkan untuk itu.   

Pasal 4

Penyalahgunaan di bidang Psikologi


(1) Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik Psikologi Indonesia.


(2) Apabila Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi.


(3) Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/ sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.


Pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas adalah:

1) Pelanggaran ringan yaitu:

Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:

a) Ilmu psikologi

b) Profesi Psikologi

c) Pengguna Jasa layanan psikologi

d) Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi

e) Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya


2) Pelanggaran sedang yaitu:

Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:

a) Ilmu psikologi

b) Profesi Psikologi

c) Pengguna Jasa layanan psikologi

d) Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi

e) Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya


3) Pelanggaran berat yaitu:

Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini:

a) Ilmu Psikologi

b) Profesi Psikologi

c) Pengguna Jasa layanan psikologi

d) Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi

e) Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya


(4) Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.


Pasal 5

Penyelesaian Isu Etika

(1) Apabila tanggungjawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
(2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
(3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.
(5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prosedur sebagai berikut:
a) Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut
b) Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran
c) Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.
Pasal 6
Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan
Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.
 
BAB III

KOMPETENSI
Pasal 7
Ruang Lingkup Kompetensi



(1) Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/ atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
(2) Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman professional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan ketrampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/ atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.
(4) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam area-area yang belum memiliki standar baku penanganan, guna melindungi pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.
(5) Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut di atas, Psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.


Pasal 8
Peningkatan Kompetensi
Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensi mereka.
 

Pasal 9
Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan
Sikap Profesional
(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi dalam pengambilan keputusan harus berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang sudah teruji dan diterima secara luas atau universal dalam disiplin Ilmu Psikologi.
Pasal 10
Pendelegasian Pekerjaan
Pada Orang Lain
(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil langkahlangkah yang tepat untuk:
a) Menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas. 
b) Memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau dengan pemberian supervise hingga level tertentu; dan
c) Memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.
Pasal 11
Masalah dan Konflik Personal
(1) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan dapat mempengaruhi efektifitas kerja. Dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mampu menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain, sebagai akibat dari masalah dan/atau konflik pribadi tersebut.
(2) Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi berkewajiban untuk waspada terhadap tanda-tanda adanya masalah dan konflik pribadi, bila hal ini terjadi sesegera mungkin mencari bantuan atau melakukan konsultasi profesional untuk dapat kembali menjalankan pekerjaannya secara profesional. Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi harus menentukan akan membatasi, menangguhkan, atau menghentikan kewajiban layanan psikologi tersebut. 
Pasal 12
Pemberian Layanan Psikologi dalam
Keadaan Darurat
(1) Keadaan darurat adalah suatu kondisi dimana layanan kesehatan mental dan/ atau psikologi secara mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang memiliki kompetensi untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.
(2) Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebutuhan yang ada tetap harus dilayani. Karenanya Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut dapat memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan layanan psikologi tersebut tidak ditolak.
(3) Selama memberikan layanan psikologi dalam keadan darurat, Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari psikolog yang kompeten untuk mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.
(4) Apabila Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah tersedia atau kondisi darurat telah selesai, maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten atau dihentikan segera.
 
Sumber Referensi

American Psychological Association. 1994. Ethical principles of psychologists and code of conduct. Washington, DC. American Psychological Association.

Canter, M.B., Bennett, B.E., Jones, S.E.& Nagy, T.F. 1999. Ethics for psychologists. Washington, DC. American Psychological Association.

Himpunan psikologi Indonesia. 2010. Kode etik psikologi Indonesia. Diakses pada tanggal 14 Juni 2014 http://himpsi.or.id/kode-etik-psikologi-indonesia